BANYUWANGI, 1minute.id- Rumah Adat Osing tertata rapi. Saling berhadap-hadapan. Rumah adat itu berbahan dari kayu. Tembok dari anyaman bambu. Gebyok dan pagar rumah terbuat kayu. Bentuk bangunan nyaris sama satu sama lainnya. Jalannya resik. Suasana di kampung Rumah Adat Osing itu terasa nyaman. Ayem. Sanusi, 89 tahun salah satu penghuni rumah adat Osing itu. Kakek 6 cucu itu tinggal bersama istrinya yang terkena stroke. Pasutri itu duduk di gang kecil di samping rumah pada Sabtu, 19 Maret 2022.
Istri Sanusi mengunyah susur. Sanusi menikmati ngudut. Sanusi dengan ramah mempersiapkan wartawan 1minute.id dan tujuh wartawan lainnya masuk ke dalam rumah. “Saya buka kan pintu depan dulu ya,”kata bapak 4 anak dan 6 cucu itu. Namun, delapan wartawan, termasuk 1minute.id mengikuti Sanusi masuk lewat pintu samping rumah. Lewat dapur.
Dapur rumah Sanusi ukuran sekitar 4 meter persegi. Dinding dapur terbuat dari anyaman bambu (ghedek). Sinar matahari bisa menerobos masuk lewat lubang anyaman bambu. Perkakas dapur alami. Kompor menggunakan kayu bakar. Lantai plesteran semen. Tapi, dapur terlihat bersih. Tidak ada perkakas berserakan. Apalagi belum di cuci. “Tadi Saya masak. Ayo makan,”ajak Sanusi.
Sanusi masak sendiri karena istri belum pulih kesehatan akibat serangan stroke. Sehari-hari, Sanusi bertani. Selain tandur, merawat istri. Karena anak dan cucu tidak tinggal satu rumah dengan Sanusi. Setelah menunjukkan kondisi dapur, Sanusi masuk ruang utama. Di ruang utama itu, terdapat sekat kamar tidur dan meja tamu. Untuk menerangi ruang tamu, Sanusi membuka pintu depan rumah. “Kalau dinding kamar kayunya lama. Kayu jenis Tanjang. Kayu hutan,”jelasnya.
Sanusi, penduduk asli Dusun Kedaleman, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Untuk menuju kampung ini, wisatawan menyusuri kampung kemudian menyeberangi jembatan dan jalan menanjak. Suasana masih asri. Sehingga terasa nyaman karena rindang mesti terik matahari.
Dalam prasasti yang ditulis di sebuah lembar papan kayu dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris ) disebutkan Kemiren dari kata Kemiri dan Duren. Dahulu banyak bumbu pohon Kemiri dan Durian. Desa Kemiren dihuni oleh masyarakat suku Osing-suku asli Banyuwangi. Atau sisa masyarakat Blambangan.
Kepala Desa pertama bernama Walik menjabat pada 1657. Desa Kemiren milik banyak keunikan mulai dari Adat, tradisi, kesenian, kuliner hingga pola hidup masyarakat yang masih dijaga masyarakat setempat.
Sanusi berpesan kepada anak-anak muda untuk menjaga tradisi dan tidak neko-neko. “Hidup lah yang jujur. Jujur itu tidak ada masanya,”katanya dengan bahasa Osing. (yad)