Dikerjakan Ribuan Santri, Istimewanya, Sunan Giri Sediakan Satu Kendil untuk Makan. Musim Rendeng Air Tidak Pernah Meluber. (Bagian Kedua)

Ribuan santri tersebut kemudian dikerahkan untuk membuat telaga yang kini menjadi salah satu situs cagar budaya di Kota Giri. Menurut cerita masyarakat sekitar Giri, pembuatan telaga itu tidak lebih dari sebulan. Ukuran telaga ¾ lapangan sepak bola dengan kedalaman sekitar 2 meter.

Megaproyek itu benar-benar disebut padat karya karena mengerahkan ribuan santri. Mungkin, orang awam menganggap pembuatan Telaga Pegat sangat ribet lantaran harus mempersiapkan konsumsi untuk yang membangun. Namun, bagi Joko Samudro, sebutan lain Sunan Giri, tidak ada yang sulit.

BERENDAM : SUHU udara yang mencapai 36 derajat celcius, Selasa, 29 September 2020 membuat lelaki ini kegerahan. sehingga berendam di telaga Pegat untuk menyegarkan badan. ( foto : chusnul cahyadi / 1minute.id )

Sunan Giri hanya membutuhkan satu kendil (wadah dari tanah liat) untuk makan para santri yang terlibat dalam pembangunan Telaga Pegat. ’’Nasi satu kendil itu seakan tidak pernah habis diambil orang berapa pun,’’ ungkap Moh. Zuhri Siroj, 70, warga Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas. Ajaib.

Dalam sebuah prasasti di tembok pagar Telaga Pegat, terdapat tulisan yang menyebutkan bahwa telaga itu dibangun kali pertama oleh Sunan Giri pada 1473 Masehi. Pasca kemerdekaan RI, telaga tersebut direnovasi beberapa kali. Pertama, pada 17 Agustus 1955. Kedua, pada 1977. Setelah 1977, perbaikan tidak bisa terhitung. Sebab, tidak ada data yang mencatat renovasi Telaga Pegat.

POHON PISANG : Situs cagar budaya Telaga Pegat di bangun Sunan Giri, Maulana Ainul Yaqin cukup subur ( foto : chusnul cahyadi /1minute.id )

Berdasar pengamatan 1minute.id, warna air Telaga Pegat saat ini kehijau-hijauan. Terdapat tamanan kangkung di beberapa bagian. Telaga tersebut tidak memperlihatkan nilai histori yang tinggi. Namun, adat alias sopan santun harus dijaga setiap orang yang hendak mandi. Di antaranya, tidak boleh berkata-kata kotor atau berbuat tidak sopan lainnya. Menurut warga sekitar, kalau dilanggar, banyak kejadian di luar nalar yang akan menimpa si pelanggar. ’’Kalau mau coba, silakan. Tapi, risiko harus ditanggung sendiri lho,’’ kata Moh. Zuhri Siroj. 

Bila melihat historinya, sudah selayaknya pemerintah atau masyarakat Kota Giri menjaga kelestariannya. Misalnya, tidak melakukan vandalisme dengan mencoret-coret pagar tembok serta menjaga keasrian telaga legendaris tersebut. Dengan begitu, telaga itu akan menjadi daya tarik wisatawan. Sebab, selama ini para peziarah di makam Sunan Giri di Bukit Giri seakan melewatkan situs Telaga Pegat. (chusnul cahyadi/habis)