Pegiat Lingkungan Ingatkan Pengusaha Tambak, Bawean Kawasan Konservasi Perairan Harus Dilestarikan

GRESIK,1minute.id – Pengusaha budidaya udang vaname mulai melirik Pulau Bawean. Sayangnya, usaha budidaya itu diduga kurang mempedulikan ekosistem setempat. Aksi penolakan mulai bermunculan. Diantaranya, aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bawean.

Mereka memasang spanduk penolakan rencana pembangunan tambak udang di Kecamatan Tambak, Pulau Bawean itu. Isi spanduk itu ” PMII Bawean Menolak…!!! Akan dibangunnya tambak udang di Dusun Teluk Emur, Desa Kepuhteluk” 

Aktivis PMII Bawean itu juga menyertakan dasar penolakan yakni Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengandalian Pencemaran Air. 

Menurut Kabid Pengembangan Sumberdaya Laut dari Perkumpulan Peduli Konservasi Bawean Abd. Saddam Mujib menyatakan, merujuk KEP.28/MEN/2004, pengembangan budidaya udang merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan perikanan budidaya di Indonesia. Sebab, pengembangan budidaya udang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat membantu pembudidaya, devisa negara, dan menciptakan lapangan pekerjaan.

Akan tetapi, imbuh Saddam, pembangunan tambak harus mematuhi peraturan yang ada. Misalnya,  tata ruang darat yakni rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan tata ruang laut atau rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau terkecil (RZWP3K).

Saat ini, ada fenomena menarik di Pulau Putri-sebutan lain- Pulau bawean. Investor asal Pulau Jawa mulai melirik dengan melakukan investasi untuk membangun tambak udang vaname di pesisir pulau Bawean. 

Permasalahannya, kata Saddam, semua tambak yang ada, yakni tradisional maupun super intensif diduga kuat tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL)  untuk pembuangan limbah. “Mereka membuang limbah langsung ke laut tanpa mengolah limbahnya terlebih dahulu,”kata Saddam dalam keterangan pers kepada 1minute.id pada Selasa, 24 Agustus 2021.

Limbah tetap harus dikelola. Selain dikelola, imbuhnya, pembuangan limbah juga harus melihat kondisi oseanografi seperti arah arus laut dan pasang surut sehingga bisa dikontrol pembuangannya kapan waktu yang cocok untuk dibuang. 

“Jika tidak memperhatikan beberapa hal tersebut akan memicu terjadinya eutrofikasi (pengkayaan nutrient) sehingga dapat mengakibatkan terjadinya blooming microalga berbahaya. Selain itu juga, penyakit gatal-gatal pada kulit bisa menyerang orang yang mandi di pantai,”terangnya didampingi Muhammad, Ketua Perkumpulan Peduli Konservasi Bawean (PPKB).

Blooming microalga berbahaya dapat berdampak pada mati massal ikan di laut dan mengandung racun (toxic). Selain itu, microalga yang blooming tadi akan terakumulasi pada kerang-kerangan sehingga masuk ke rantai makan dan membahayakn manusia yang memakannya. “Sepanjang pesisir Bawean pada saat ayr laut surut,  air laut terendah sering dijadikan tempat mencari kerang-kerangan oleh warga sekitar untuk dikonsumsi,”tegas Saddam.

Ia pun meminta kepada para investor tidak hanya memikirkan keuntungan. “Petambak juga harusnya memikirikan bagaimana memanfaatkan sumberdaya laut dan pesisir secara berkelanjutan sehingga dapat dinikmati anak cucu kita kelak,”katanya. “Jika petambak yang mengerti lingkungan, pasti akan menggunakan jasa ekosistem dalam mengelola tambaknya bukan sekedar mengkonversi mangrove menjadi tambak,”tambahnya.

Apalagi, sekeliling Pulau Bawean merupakan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). KKP merupakan kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan berdasarkan PermenKP No. Per.30/MEN/2010. “Ini berarti, perairan Pulau Bawean kaya akan sumberdaya hayati laut yang harus dilestarikan,”pungkasnya.(yad)